Tokoh-tokoh hukum Islam |
Jelaslah.
Walaupun para sahabat mendengarkan bersama-sama perkataan Nabi SAW, perbedaan
keputusan hukum akibat perbedaan pemahaman masing-masing tercipta. Tak hanya
sekali, tak hanya pada masa tertentu, tak hanya pada tempat tertentu, setiap
ulama belajar dari guru yang berbeda, mendengar dan memahami dengan cara
berbeda, dan kemudian memiliki keputusan hukum yang berbeda ketika mereka
menghadapi sendiri masalah dalam hukum Islam.
MAZHAB-MAZHAB
Dikenal beberapa
Mazhab dalam sejarah pengkajian hukum Islam. Secara umum Mazhab-Mazhab tersebut
dipisah menjadi dua kelompok besar, yaitu: Mazhab Sunni dan Mazhab Syi’i.
Untuk
mengenal tokoh-tokoh, fikiran-fikiran dan pengaruhnya pada kaum muslimin, maka
perlu diketahui tentang mazhab-mazhab tersebut mulai dari Mazhab-Mazhab dalam
Mazhab Sunni hingga Mazhab-Mazhab dalam Mazhab Syi’i. Dari yang masih hidup
sampai sekarang hingga yang sudah punah.
((Mazhab-Mazhab
Sunni))
Mazhab
Hanafi
Mazhab
yang berkedudukan di Kufah ini merupakan salah satu Mazhab empat dari golongan
Sunni. Nama dan Mazhab ini diambil dari ulama bernama an-Nu’man bin Tsabit (80
H-150 H) yang lebih dikenal dengan julukan atau gelar Imam Abu Hanifah.
Meskipun besar di kalanangan keluarga pedagang, Abu Hanifah tetap mempunyai
kecenderungan yang tinggi dalam memperdalam ilmu-ilmu agama. Oleh para tokoh
dan ilmuan seperti Imam Ibn al-Mubarak, Imam Ali bin Ashim, Khalifah Harun
ar-Rasyid, dan Imam Abu Yusuf, bahkan Imam Malik dan Imam Asy-Syafi’i, beliau
teekenal dan diakui sebagai sebagai orang yang sangat cerdas dan sangat cerdik.
Terbukti pula dari mashurnya nama Abu Hanifah sebagai mujtahid hingga saat ini.
Dikenal
sebagai seorang yang rajin menuntut ilmu, Abu Hanifah awalnya mempelajari semua
ilmu keagamaan, dan setelah menguasai segala bidang ilmu, barulah beliau mulai
memfokuskan diri pada bidang Fiqih. Hammad bin Abi Sulaiman—seorang ulama besar
pada saat itu adalah guru yang mengajarkan Fiqih kepada Abu Hanifah selama
lebih kurang 18 tahun, hingga gurunya meninggal pada tahun 120 H.
Selepas
gurunya meninggal, beliau menggantikan posisinya sebagai guru dan menjadi ulama
terkenal di Kufah. Fatwa-fatwa beliaulah yang menjadi dasar dalam pemikiran
Mazhab Hanafi yang dikenal hingga sekarang. Beliau dikenal sebagi mujtahid oleh
para fuqaha atas dasar keahliannya dalam merumuskan kaidah dan pedoman dalam
berijtihad.
Metodologi
kajian Fiqih Imam Abu Hanifah mencerminkan aliran Ahli ar-Ra’yi, dengan
al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber pertama dan kedua. Beliau pernah
berkata: “Aku memberikan hukum berdasarkan al-Qur’an; apabila tidak aku jumpai dalam al-Qur’an, maka aku gunakan
as-Sunnah dan jika tidak ada dalam kedua-duanya, maka aku dasarkan pada
pendapat para sahabat dan aku tinggalkan apa saja yang tidak kusukai dan tetap
berpegang kepada satu pendapat saja”. Beliau juga berkata: Aku berijtihad
sebagaimana mereka berijtihad, dan berpegang kepada kebenaran yang didapat
seperti mereka juga.
Berikut
contoh pemikiran-pemikiran Imam Abu Hanifah:
1.) Kemudahan
dalam beribadah.
Contoh: seseorang ketika di malam
yang gelap atau di saat-saat yang sulit hendak menentukan arah kiblat, maka
hukum shalatnya adalah sah, meskipun didapati ternyata tidak menghadap kiblat,
tetapi dengan syarat dia sudah berusaha mencari arah kiblat.
2.) Memelihara
kehormatan dan perikemanusiaan.
Contoh: bagi anak-anak perempuan
yang sudah mencapai umur untuk mencari pasangan hidup tidak dibenarkan ada
paksaan wali. Perkawinan yang dilakukan secara paksa terhadap anak perempuan
tersebut hukumnya tidak sah.
3.) Memberikan
kuasa penuh kepada raja dan pemimpin negara.
Contoh: Raja atau pejabat berhak
mengendalikan kekayaan negara seperti tanah dan sebaginya demi kepentingan
umum. Raja atau orang yang berkuasa berhak memberikan hadiah-hadiah kepada
pejuang-pejuang atau prajurit-prajurit tanah air sebagai penghargaan kepada
mereka, serta berhak juga membagi tanah-tanah yang belum dibuka untuk
wilayah-wilayah negara.
Adapun,
dalil-dalil yang digunakan oleh Mazhab Hanafi dalam menetapkan suatu hukum
berdasarkan urutannya adalah:
1. Al-Qur’an,
2. As-Sunnah,
3. Perkataan
Sahabat,
4. Al-Qiyas,
5. Al-Istihsan
dan
6. Al-Urf.
Selain tersebar dan bahkan pernah dijadikan sebagai
Mazhab resmi negara di Iraq, Mazhab Hanafi ini juga tersebar ke beberapa daerah
sampai saat ini seperti di Turki, Syiria, Afganistan, India, Pakistan dan
Mesir.
Mazhab
Maliki
Nama
dan Mazhab ini diambil dari nama seorang ulama bernama Imam Malik bin Anas (93
H-179 H) yang lahir di Madinah dan menjadi ahli fiqih yang terkenal di Madinah.
Imam Malik yang hidup dari keluarga pengrajin ini termasuk orang yang sangat
kuat hafalannya. Di usia remaja, beliau mulai menghafal al-Qur’an dan menjadi
hafidz yang baik, selain itu, beliau secara cepat sanggup enghapal
hadits-hadits yang diajarkan oleh para gurunya seperti Ibnu Syihab az-zuhri,
Ibnu Hurmuz, dan Naf’i. Sementara Rabi’ah dan Yahya bin Sa’id al-Anshari
merupakan guru beliau dalam bidang fiqih.
Dikenal
akan kehati-hatiannya yang luar biasa baik dalam memberikan fatwa hukum maupun
dalam meriwayatkan hadits, beliau baru memberikan fatwa dan meriwayatkan hadits
setelah para gurunya mengakui bahwa beliau ahli dalam bidang fiqih maupun
hadits. Imam Malik pernah berkata: “Saya tidak memberi fatwa dan meriwayatkan
hadits sehingga ulama membenarkan dan mengakui”.
Imam
Malik melakukan metode pengajaran dengan mendasarkan pada ungkapan hadits dan
pembahasan atas makna-maknanya kemudian mengaitkan dengan konteks permasalahan
yang ada pada saat itu. Terkadang beliau menelaah masalah-masalah yang terjadi
di daerah asal murid-muridnya, lalu mencarikan hadits-hadits atau atsar-atsar
(pernyataan sahabat) yang bisa digunakan untuk memecahkan permasalahan
tersebut. Beliau jelas dikenal sebagai Ahli al-Hadits karena beliau sangat
menghindari spekulasi.
Dalil-Dalil
yang digunakan oleh Mazhab Maliki dalam menetapkan suatu hukum, secara
berturut-turut adalah:
1. Al-Qur’an,
2. As-Sunnah,
3. Amal
ahli Madinah (Praktik masyarakat Madinah),
4. Fatwa
Sahabat,
5. Al-Qiyas,
6. Al-Mashlahah
al-Mursalah,
7. Al-Istihsan,
8. Adz-Dzari’ah.
Sampai saat ini, Mazhab Maliki masih banyak diikuti
dan mereka tersebar di beberapa negeri antara lain: Mesir, Sudan, Kuwait,
Bahrain, Maroko dan Afrika.
Mazhab
Syafi’i
Seperti
sebelumnya, nama dan Mazhab ini juga mengambil dari nama Imam yang menjadi
tokoh utama, beliau adalah Imam asy-Syafi’i yang pemikirannya banyak diikuti
oleh pengikut Mazhab ini. Ulama besar bernama lengkap Muhammad bin Idnis
asy-Syafi’i ini lahir pada tahun 150 H di daerah Ghazzah.
Jika
diurutkan silsilah beliau bertemu dengan silsilah rasul pada kakeknya yang
bernama Abdu Manaf. Secara lengkap silsilah beliau ke atasa adalah Muhammad bin
Idris bin ak-Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin as–Said bin Abdi Yazid bin Hasrim
bin al-Muthalib bin Abdi Manaf.
Beliau
dibawa ke Makkah oleh ibunya setelah ayahnya meninggal. Beliau mempunyai
kecerdasan yang luar biasa. Diriwayatkan bahwa sebelum dewasa beliau sudah
hafal al-Qur’an dengan sempurna dan telah pula menguasai kitab al-Muwaththa’.
Muslim bin khalid dan Sufan bin Uyainah di Makkah, kemudian Imam Malik di
Madinah adalah nama-nama guru beliau.
Setelah
meninggal dunianya Imam Malik, Imam asy-Syafi’i kembali ke Yaman dan bekerja
selaku pegawai pemerintah. Hingga terjadilah pemberontakan dan pihak oposisi
pemerintah dan Imam asy-Syafi’i dituduh mendukung pihak oposisi, karena itulah
beliau dibawa ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid di Baghdad, namun beliau mampu membuktikan kebenaran
pendapatnya dan terbebas dari tuduhan. Terbukti betapa beliau adalah sosok yang
pandai.
Belum
berhenti di Iraq, pengembaraan Imam asy-Syafi’i dalam mencari ilmu berlanjut di
Mesir dengan tujuan hendak belajar dengan Imam al-Laits, namun belum sampai di
Mesir Imam al-Laits telah meninggal. Tanpa putus asa Imam asy-Syafi’i terus
meneladani ajaran al-Laits lewat para muridnya. Terus menetaplah beliau di
Mesir hingga akhir hayatnya pada tahun 204 H. Ar-Risalah, al-Umm, al-Hujjah,
al-Imla’ dan al-Amali adalah beberapa karya beliau.
Beliau
dikenal memiliki dua quid yakni qaul
qadim yang berlangsung di Iraq dan qaul jadid yang berlangsung di Mesir.
Dan dalam kajian-kajian hukum, Imam asy-Syafi’i menggunakan dalil-dalil yang
secara berurutan sebagai berikut:
1. Al-Qur’an,
2. As-Sunnah,
3. Al-Ijma’,
4. Pendapat
Sahabat,
5. Al-Qiyas,
6. Al-Istishhab,
Imam asy-Syafi’i dalam
kitab al-Umm menyatakan: “apabila seseorang melakukan suatu perjalanan dan ia
membawa air, kemudian ia menduga air tersebut tercampuri najis, tetapi ia tidak
yakin akan terjadinya percampuran tersebut, maka dalam hal ini air tersebut
tetap dihukumi suci, bisa dibuat wudlu’ maupun diminum, hingga orang tersebut
yakin benar bahwa air itu telah tercampuri najis”. Pernyataan di atas
menunjukkan bahwa asy-Syafi’i juga menggunakan teori istishhab dalam kajian
fiqhnya.
Mazhab Syafi’i sampai
saat ini masih banyak pengikutnya dan berkembang di daerah seperti Mesir,
Afrika Timur, Persia, Indonesia dan Malaysia.
Mazhab
Hambali
Adalah Imam
Ahmad bin Hanbal yang namanya dijadikan sebagai nama Mazhab ini. Lahir di
Baghdad pada 164 H Rabi’ al-Awwal, Imam Ahmad yang sejak kecil sudah yatim
diriwayatkan sangatlah sederhana di kehidupanmu. Beliau tidak memiliki mata
pencaharian tetap ataupun fasilitas dan pemerintahan. Hanya warisan rumah dan
tanah juga peralatan penyulaman yang beliau sewakanlah yang menjadi sumbe
pendapatannya.
Seperti
para imam Mazhab sebelumnya, beliau juga memiliki kecerdasan dan daya ingat
yang luar biasa. Selain menggeluti hadits-hadits, Imam Ahmad juga mendalami
ilmu fiqih. Abu Yusuf adalah salah satu dari guru-guru beliau.
Imam
Ahmad telah melahirkan fatwa-fatwa fiqih dan mempunyai teori-teori kajian fiqih
tersendiri, serta memiliki para pengikut yang turut mensosialisasikan
fatwa-fatwa maupun teori-teorinya, hingga terbentuklah mahzab Hambali.
Imam
Ahmad adalah orang yang sangat kuat menjaga shalatnya, dalam kondisi
bagaimanapun, beliau tidak pernah sekalipun meninggalkan shalatnya. Saat sakit
dan tidak mampu menyuci celah jemarinya di berwudlu’, beliau meminta
anak-anaknya untuk menyucikannya. Hingga sampai sakitnya semakin parah, Imam
ahmad akhirnya meninggal dunia pada tahun 241 H. Di Baghdad jenazahnya
dikebumikan dan puluhan ribu pelayat mengiringinya.
Dalam
memberikan fatwa tentang urusan dan hukum agama, Imam Ahmad tergolong yang
sangat berhati-hati. Diriwayatkan, beliau tidak akan memberikan jawaban dengan
terburu-buru atas persoalan yang dilontaran kepada beliau sebelum persoalan
tersebut diketahui dan difahami. Adapun dalam proses kajian hukumnya, Imam Ahmad
menetapkan dan menggunakan dalil-dalil atau dasar-dasar yang secara berurutan
sebagi berikut:
1. Al-Qur’an,
2. As-Sunnah,
3. Pendapat
Sahabat,
4. Hadits
Mursal dan
5. Al-Qiyas.
Memiliki murid yang amat banyak diantaranya Imam
al-Bukhari dan Imam Muslim, sampai saat ini Mazhab Hambali masih banyak diikuti.
Para pengikutnya tersebar ke beberapa daerah seperti: Iraq, Mesir, Suria,
Palestina, dan Arab Saudi. Bahkan di Arab Saudi, Mazhab ini merupakan Mazhab
resmi negara.
Mazhab-Mazhab
Punah
Mazhab
Auza’i
Masih sama seperti
mazhab-mazhab lain, nama Mazhab ini pula diambil dari nama tokoh pendirinya,
yaitu Abdurrahman bin Muhammad al-Auza’i. Ulama yang lahir tahun 88 H ini
menentang penggunaan al-Qiyas dengan cara berlebihan. Selalu beliau
mengembalikan furu’ pada hadits nabi tanpa melakukan kajian al-qiyas.
Meskipun
sebagian besar hidupnya beliau habiskan di Beirut hingga meninggal 157 H, namun
Mazhabnya lebih dikenal di Syiria, Yordania, hingga sampai Andalusia atau
Spanyol.
Mazhab
Laitsi
Dikembangkan oleh
ulama besar Imam Laits bin Sa’ad yang lahir di Mesir pada 94 H dan meninggal
pada 75 H, dalil-dalil yang digunakan dalam Mazhab Laitsi melakukan kajian
hukum hampir sama dengan para Imam lainnya. Hanya saja Imam Laits tidak
sependapat dengan Imam Malik dalam hal penggunaan tradisi masyarakat Madinah
sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum.
Mazhab
Tsauri
Imam Sufyan
ats-Tsauri yang lahir pada tahun 97 H adalah ulama terkemuka Kufah yang
mengembangkan Mazhab ini. Meskipun hidup di masa yang sama dengan Imam Abu
Hanifah, akan tetapi keduanya mempunyai pandangan yang berbeda dalam penggunaan
al-Qiyas dan Istihsan.
Imam
ats-Tsauri pernah menolak tawaran khalifah untuk menjadi qadli dengan syarat
tidak akan membuat fatwa yang bertentangan dengan pemerintah. Itulah yang
menyebabkan beliau dipaksa untuk berhenti mengajar. Beliaupun wafat pada tahun
161 H dalam persembunyian hidupnya.
Mazhab
Dhahiri
Pelopor
mahzab ini adalah murid fiqih dari murid-murid Iman asy-Syafi’i yang bernama
Dawud bi All al-Ashbahani yang lahir pada tahun 202 H. Karenanya diriwayatkan
beliau mulanya bermazhab syafi’i. Namun, akhirnya beliau mengkritik Mazhab
Syafi’i tersebut karena menurutnya asy-Syafi’i tidak konsisten dengan
menggunakan al-Qiyas dan menolak al-istihsan, padahal menurut beliau adalah
sama antara al-Qiyas dan al-Istihsan.
Hingga
kemudian beliau menggunakan cara sendiri dalam kajian hukumnya, yaitu dengan
menekankan pada pemahaman literalis yakni berpegang pada makna harfiyah atau
dhahir nash al-Qur’an maupun as-Sunnah. Oleh karenanya, Mazhab yang sempat maju
pesat di Spanyol hingga menyebar ke wilayah lainnya ini disebut dengan Mazhab
dhahiri, hal yang berlainan dengan Mazhab-Mazhab lain yang dinisbatkan dengan
nama tokohnya, sementara mazhab dhohiri ini dinisbatkan dan metode kajian
hukumnya.
FAKTOR
PENYEBAB HIDUP DAN PUNAHNYA SUATU MAZHAB
·
Faktor
yang mempengaruhi tetap eksisnya suatu Mazhab
antara
lain:
1. Adanya
para munid dan pengikut yang tuna menyebarkan pemikiran-pemikiran Mazhab
tersebut.
2. Adanya
karya-karya peninggalan Mazhab yang masih bisa diakses dan dipelajari oleh
generasi berikutnya.
3. Adanya
pengaruh dan campur tangan penguasa dalam menentukan ebijakan dan aturan-aturan
hukum suatu negara, seperti kebijakan yang menentukan Mazhab tertentu sebagai
Mazhab resmi negara.
·
Faktor
penyebab punahnya suatu Mazhab
antara lain:
antara lain:
1. Adanya
pengaruh kebijakan penguasa.
2. Tidak
adanya karya-karya Mazhab yang memadai.
3. Para murid dan para pengikut yang sedikit dan
tidak mampu mensosialisasikan Mazhab tertentu.
((Mazhab-Mazhab
Syi’i))
Mazhab
Zaidi
Mazhab yang dipelopori
oleh Zaid bin All Zainal Abidin bin Husein bin All bin Abi Thalib yang lahir
pada tahun 80 H ini dikatakan oleh Harun Nasution bahwa: Metode dan
pendapat-pendapat hukum yang tertulis dalam karyanya tidak berbeda jauh dengan
metode dan pendapat-pendapat mazhab sunni. Adapun dalil-dalil untuk menetapkan hukum
yang digunakan Imam Zaidi yang meninggal pada tahun 122 H ini, secara berurutan
antara lain adalah:
1. Al-Qur’an
2. As-Sunnah
3. Ijma’
Sahabt
4. Al-Qiyas,
al-Istihsan dan al-Istishlah.
Mazhab
Ja’fari
Nama mazhab ini
dinisbatkan pada tokoh utamanya yaitu Imam Ja’far ash-Shadiq yang lahir pada tahun
80 H. Beliau belajar ilmu agama dari kakeknya sendiri, All Zainal Abidin, dan
setelah kakeknya meninggal, giliran ayahnya sendiri (Muhammad al-Baqir) yang
membinanya.
Mazhab
Ja’fari dalam pola kajian fiqih memiliki ciri tradisonalisme dan syi’ismenya
yang nampak jelas. Dalil yang digunakan dalam penetapan hukumnya adalah
al-Qur’an, as-Sunnahh dan pemikiran para Imamnya yang berpijak pada mashlahah.
Terdapat perbedaan keras dalam penggunaan al-Qiyas Imam Zaidi dan Imam Ja’fari.
Imam Ja’far akhirnya meninggal pada tahun 148 H
PERBEDAAN
SYI’I DAN SUNNI
Perbedaan
yang ada antara Mazhab Syi’i dan Mazhab Sunni banyak dipengaruhi oleh aspek
teologi dan politik. Contoh perbedaan tersebut adalah jika dalam Sunni menerima
seluruh hadits tidak melihat dan membatasi periwayatan hanya pada ahiul bait
saja, sementara dalam Syi’i sebagian ada yang membatasi bahwa hadits yang bisa
diterima adalah hadits yang diriwayatkan oleh ahiul bait saja.
Prinsip
tentang imam ternyata adalah perbedaan lain. Sunni tidak mengenal prinsip
kema’suman Imam, sedangkan Syi’i memandang Imam-Imam mereka adalah ma’sum dan
kema’sumannya tersebut melahirkan kompetensi pemahaman atas nash al-Qur’an yang
tidak bisa dijangkau oleh para ulama lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar