Minggu, 22 Mei 2016

ISLAM SEBAGAI SOLUSI PERMASALAHAN UMAT


Islam Sebagai Solusi Permasalahan Umat

            Konflik-konflik keagamaan yang kian marak dihadapi, mau tak mau mendorong umat untuk mencari solusi ampuh dalam  mengatasi seluruh ketidaknyamanan tersebut. Sebagai sebuah agama, Islam memiliki karakteristik, watak dasar, visi, dan misi yang secara total mengajarkan komprehensif-integralistik mengenai perlunya umat muslim untuk selalu menyebarkan keselamatan, menciptakan kesejahteraan, membentuk kedamaian, serta menegakkan perdamaian dalam segala aspek kehidupan manusia di dunia ini. Islam adalah agama yang di dalamnya dimuat seperangkat tatanan ajaran dan sitema norma Ilahi, Allah turunkan untuk membawa misi yang mulia dan luhur dengan tujuan utama untuk mewujudkan salam (keselamatan) dan kedamaian di antara para manusia. Hal tersebut Allah secara gamblang menegaskan dalam al-Qur’an Surah al-Anbiya ayat 107 saat mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa dan pendakwah agama Islam:
Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam.
           
               Kedatangan Muhammad Sallallaahu ‘Alaihi Wassalaam yang tidak lain adalah sebagai rasul yang membawa agama Islam merupakan rahmat bagi manusia bahkan bagi makhluk sekalian alam. Islam bukanlah ‘laknat’ dan ancaman kekerasan melainkan identik dengan rahmat kesejukan, rahmat keselamatan, rahmat kedamaian, rahmat perdamaian. Dalam praktik kesehariannya, Islam telah mewajibkan penganutnya untuk mengucapkan salam perdamaian (assalaamu’alaykum wa rahmatullaahi wa barakaatuh; semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah selalu tercurah kepada Allah) saat berjumpa dan mengucapkan salam setelah melaksanakan shalat sembari menoleh ke kanan dan kiri. Hal itu dapat dilihat sebagai simbol dan ajaran bahwa Islam dan seluruh umatnya harus selalu menyemai dan menabur kedamaian dan keselamatan. Sehingga dapat ditegaskan bahwasanya segala bentuk terorisme, brutalisme, anarkisme, keberingasan, perusakan, dan kekesarasan yang dilakukan sekelompok muslim fundamentalis-radikalis yang mengatasnamakan Islam sesungguhnya amat bertentangan dengan watak dasar, visi dan misi damai Islam itu sendiri. 

            Berbicara prinsip, Islam merupakan agama yang menuntun para pemeluknya di mana pun kapan pun untuk menerapkan toleransi, menegakkan kerukunan, menciptakan harmoni, dan mewujudkan perdamaian baik kepada muslim lainnya maupun kepada non-muslim. Namun demikian, Allah mengizinkan umat Islam untuk membela, mempertahankan diri bahkan memerangi umat lain yang melakukan serangan, agresi, dan invasi hingga menjadi musuh yang bertujuan untuk merebut kebebasan, membunuh dan merampas hak-hak muslim. Hal ini terekam dalam al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 190 yang berarti:
Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas (memulai permusuhan dan melanggar perikemanusiaan) karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

            Berangkat dari firman Allah di atas, umat Islam yang melakukan perlawanan dan peperangan untuk membela dan mempertahankan diri, tiada diperbolehkan hingga melampaui batas. Maksudnya, perang yang dilakukan oleh umat Islam tersebut hanyalah sebagai perimbangan serta pembelaan diri tidak perlu berlebih-lebihan dan mempraktikan sesuatu yang melampaui batas. Dalam hal ini, ayat tersebut juga mengajarkan ‘etika’ berperang, yakni sasaran perang jangan sampai melampaui batas, mengenai rakyat sipil (seperti anak-anak, perempuan, dan orang-orang tua jompo), harta benda, dan fasilitas umum (rumah ibadah, rumah sakit, atau sekolah) yang harus dihormati dan dilindungi dari serangan. 

            Dan berbicara khusus mengenai hal hubungan antarumat beragama, apabila kita mengacu pada al-Qur’an surat al-Kafirun ayat 6 “lakum dinukum waliyadin” yang berarti bagimu agamamu dan bagiku agamaku, sangatlah jelas bahwa Islam mempersilakan orang lain untuk menganut agama selain Islam.Islam bahkan sangat melarang penganutnya untuk mengganggu, mengusik, atau mencela seseorang atau sekelompok orang yang beragama non-Islam. Yang ada, sejatinya umat Islam itu mengakui ‘keberadaan’ ––bukan ‘kebenaran’ agama lain dengan berdasarkan prinsip kebebasan beragama dan sikap toleran terhadap komunitas-komunitas agama non-Islam.







DAFPUS:
Ismail, Faisal. 2014. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama. Bandung: Remaja  Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar