Hukum Islam, Syari'ah dan Fiqih |
A.
Hukum
Islam
Istilah hukum Islam, di Indonesia digunakan
sebagai pembeda dua hukum lainnya yaitu hukum
nasional dan hukum adat. Hukum
Islam dalam konteks penggunaan tersebut diartikan sebagai “semua aturan yang
bersumber dari ajaran agama Islam, baik berupa teks Al-Qur’an dan As-Sunnah dan
juga yang tertuang dalam kitab-kitab Fiqih”. Dimana, beberapa aspek hukum Islam
tersebut beberapa sudah diadopsi secara formal sejak zaman Belanda oleh hukum
nasional dan secara terbatas diberlakukan sebagai hukum positif. Contohnya
adalah Hukum Islam yang terkait dengan pernikahan (UU No. 1/1974), perceraian,
dan waris. Sedangkan wakaf, perbankan syariah (UU No.21/2008), zakat, asuransi
dan gadai menyusul kemudian pada masa kemerdekaan.
Kata “hukum islam”
berasal dari 2 kata Arab, al-hukm dan
al-islam. Namun begitu Istilah al-hukm al islami tidaklah lazim
digunakan dalam Bahasa Arab. Karena istilah al-ahkam
ash-shar’iyyah lah yang digunakan untuk menyebut hukum-hukum agama Islam. Fakultas-fakultas
hukum di Timur Tengah sendiri menggunakan istilah al-syari’ah al-islamiyyah untuk mengacu kepada makna hukum. Hanya
saja, penggunaan istilah tersebut ternyata kurang tepat. Karena menurut para
ahli, kata al-syari’ah mengandung
makna yang lebih luas dari sekedar “hukum”. Istilah al-syari’ah al-islamiyyah sama artinya dengan “agama islam”.
Istilah yang paling tepat untuk hukum-hukum Islam adalah al-fiqh atau fiqih.
Fiqh
menurut
bahasa berarti “pemahaman”.
Al-Qur’an menggunakan kata al-fiqh dan
akar katanya sebanyak 15 kali, yang kebanyakan digunakan juga dalam arti
“memahami” seperti yang digunakan dalam surat An-Nisa ayat 78. Sedangkan
menurut para ulama Fiqih, arti fiqh
adalah “pengetahuan tentang hukum-hukum syariah tentang perbuatan mukallaf yang
diambil dari dalil-dalil khusus”.
Empat kata kunci dalam
definisi ini pertama adalah al-‘ilm, artinya Fiqih merupakan ilmu
yang bisa dipelajari oleh semua orang. Kedua,
al-ahkam al-syar’iyyah, artinya Fiqih
hanya membahas soal hukum syariah, yaitu hukum yang berasal dari Asy-Syar’i (Sang pembuat hukum atau
Allah). Ketiga, al-‘amaliyyah, yaitu hukum tentang “perbuatan” seseorang, bukan
akidahnya dan bukan akhlaknya. Kata kunci keempat
adalah al-adillah al-tafsiliyyah yang
berarti “dalil-dalil khusus”, yaitu dalil khusus yang menghasilkan hukum khusus bagi perbuatan khusus. Namun, Fiqih bukan satu-satunya ilmu yang
membahas ayat-ayat/dalil Al-Qur’an. Ilmu-ilmu lain seperti Tafsir, juga
membahas ayat-ayat. Bedanya Fiqih membahas satu atau dua dalil khusus sedangkan
Ilmu Tafsir yang membahas secara keseluruhan.
Pembahasan Fiqih
terfokus pada masing-masing dalil dan menghasilkan tiga hukum syariah mengenai tiga
perbuatan mukallaf, yaitu:
1. Surat
Al-Baqarah 178: menunjukkan hukum wajib qisas dalam perbuatan pembunuhan;
2. Surat
Al-Baqarah 180: menunjukkan hukum wajib berwasiat bagi orang yang meninggalkan
harta; dan
3. Surat
al-Baqarah 183: menunjukkan hukum wajib berpuasa.
B.
Fiqh,
Ushul Fiqh, Syariah
Fiqh berbeda dengan
Ushul Fiqh. Ushul Fiqh membahas ketiga dalil tersebut diatas secara
bersama-sama. Istilah Ush ul al-Fiqh terdiri
dari dua kata: ushul yang berasal
kata al-asl artinya ma buniya ‘alaihi, pondasi atau dasar;
menjadi makna yang pas penggunaannya secara terminologis karena ilmu ushul fiqh adalah pondasi fiqih.
Karakter Fiqih
(Menurut Muhammad Yusuf Musa)
(Menurut Muhammad Yusuf Musa)
1. Bersumber
dari Allah
2. Berlandaskan
iman dan akhlak
3. Pahala
dan sanksinya bersifat duniawi dan ukhrawi
4. Berkecenderungan
sosial
5. Terbuka
kepada perubahan
6. Bertujuan
menata kehidupan pribadi dan masyarakat.
Fiqih tidak berjalan
sendiri dalam mengatur kehidupan manusia; ia disertai dengan dua hal penting
lain yaitu iman dan akhlak; yang menjadi pengendali internal manusia. Fiqih
bersumber dari Allah, karenanya orang yang tunduk kepada hukum Fiqih akan
memeroleh pahala dunia dan akhirat sekaligus.
Fiqih bersifat
“ijtihadi”, sehingga sangat adaptif terhadap perubahan. Dengan bersumber dari
Allah, Fiqih, sama halnya dengan agama Islam, ditunjukkan untuk menata
kehidupan manusia, menjadi rahmat (kasih) bagi alam. Sehingga bukanlah Fiqih
jika praktik hukumnya tidak mewujudkan kasih bagi alam, atau diskriminatif dan
menimbulkan konflik.
Pembagian Bidang Fiqih
(Klasifikasi
dari Al-Ustadz Muhammad Amin/Ibnu ‘Abidin, dari Mazhab Hanafi)
1. Al-‘Ibadat : Shalat, Zakat, Puasa, Haji dan Jihad
2. Al-Mu’amalat : Barter barang, Amanat, Pernikahan,
Perselisihan dan Warisan
3. Al-‘Uqubat : Qisas, pencurian, Zina, Qadzf dan
Murtad
(Klasifikasi
para pengikut al-Syafi’i)
1. Al-‘Ibadat
2. Al-Mu’amalat
3. Al-Nikah
4. Al-Uqubat.
Ringkasan dari
pembagian tersebut adalah: Al-‘Ibadat dan Al-Mu’amalat.
Materi Bahasan Kitab Fiqih
Diantara al-‘Ibadat dan al-mu’amalat kitan-kitab fiqih biasanya mendahulukan materi
al’’ibadat sebelum al-mu’amalat. Pembahasan Fiqih terus berkembang menjamah
wilayah-wilayah baru guna menjawab tantangan zamannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar