Sabtu, 19 Maret 2016

Hukum Islam, Syari'ah dan Fiqih (USHUL FIQIH)


Hukum Islam, Syari'ah dan Fiqih

A.    Hukum Islam

Istilah hukum Islam, di Indonesia digunakan sebagai pembeda dua hukum lainnya yaitu hukum nasional dan hukum adat. Hukum Islam dalam konteks penggunaan tersebut diartikan sebagai “semua aturan yang bersumber dari ajaran agama Islam, baik berupa teks Al-Qur’an dan As-Sunnah dan juga yang tertuang dalam kitab-kitab Fiqih”. Dimana, beberapa aspek hukum Islam tersebut beberapa sudah diadopsi secara formal sejak zaman Belanda oleh hukum nasional dan secara terbatas diberlakukan sebagai hukum positif. Contohnya adalah Hukum Islam yang terkait dengan pernikahan (UU No. 1/1974), perceraian, dan waris. Sedangkan wakaf, perbankan syariah (UU No.21/2008), zakat, asuransi dan gadai menyusul kemudian pada masa kemerdekaan.

Kata “hukum islam” berasal dari 2 kata Arab, al-hukm dan al-islam. Namun begitu Istilah al-hukm al islami tidaklah lazim digunakan dalam Bahasa Arab. Karena istilah al-ahkam ash-shar’iyyah lah yang digunakan untuk menyebut hukum-hukum agama Islam. Fakultas-fakultas hukum di Timur Tengah sendiri menggunakan istilah al-syari’ah al-islamiyyah untuk mengacu kepada makna hukum. Hanya saja, penggunaan istilah tersebut ternyata kurang tepat. Karena menurut para ahli, kata al-syari’ah mengandung makna yang lebih luas dari sekedar “hukum”. Istilah al-syari’ah al-islamiyyah sama artinya dengan “agama islam”. Istilah yang paling tepat untuk hukum-hukum Islam adalah al-fiqh atau fiqih.

Fiqh menurut bahasa berarti “pemahaman”. Al-Qur’an menggunakan kata al-fiqh dan akar katanya sebanyak 15 kali, yang kebanyakan digunakan juga dalam arti “memahami” seperti yang digunakan dalam surat An-Nisa ayat 78. Sedangkan menurut para ulama Fiqih, arti fiqh adalah “pengetahuan tentang hukum-hukum syariah tentang perbuatan mukallaf yang diambil dari dalil-dalil khusus”.

Empat kata kunci dalam definisi ini pertama adalah al-‘ilm, artinya Fiqih merupakan ilmu yang bisa dipelajari oleh semua orang. Kedua, al-ahkam al-syar’iyyah, artinya Fiqih hanya membahas soal hukum syariah, yaitu hukum yang berasal dari Asy-Syar’i (Sang pembuat hukum atau Allah). Ketiga, al-‘amaliyyah, yaitu hukum tentang “perbuatan” seseorang, bukan akidahnya dan bukan akhlaknya. Kata kunci keempat adalah al-adillah al-tafsiliyyah yang berarti “dalil-dalil khusus”, yaitu dalil khusus yang menghasilkan hukum khusus bagi perbuatan khusus. Namun, Fiqih bukan satu-satunya ilmu yang membahas ayat-ayat/dalil Al-Qur’an. Ilmu-ilmu lain seperti Tafsir, juga membahas ayat-ayat. Bedanya Fiqih membahas satu atau dua dalil khusus sedangkan Ilmu Tafsir yang membahas secara keseluruhan.


Pembahasan Fiqih terfokus pada masing-masing dalil dan menghasilkan tiga hukum syariah mengenai tiga perbuatan mukallaf, yaitu:
1.      Surat Al-Baqarah 178: menunjukkan hukum wajib qisas dalam perbuatan pembunuhan;
2.      Surat Al-Baqarah 180: menunjukkan hukum wajib berwasiat bagi orang yang meninggalkan harta; dan
3.      Surat al-Baqarah 183: menunjukkan hukum wajib berpuasa.


B.     Fiqh, Ushul Fiqh, Syariah

Fiqh berbeda dengan Ushul Fiqh. Ushul Fiqh membahas ketiga dalil tersebut diatas secara bersama-sama. Istilah Ush ul al-Fiqh terdiri dari dua kata: ushul yang berasal kata al-asl artinya ma buniya ‘alaihi, pondasi atau dasar; menjadi makna yang pas penggunaannya secara terminologis karena ilmu ushul fiqh adalah pondasi fiqih.

Karakter Fiqih
(
Menurut Muhammad Yusuf Musa)
1.      Bersumber dari Allah
2.      Berlandaskan iman dan akhlak
3.      Pahala dan sanksinya bersifat duniawi dan ukhrawi
4.      Berkecenderungan sosial
5.      Terbuka kepada perubahan
6.      Bertujuan menata kehidupan pribadi dan masyarakat.

Fiqih tidak berjalan sendiri dalam mengatur kehidupan manusia; ia disertai dengan dua hal penting lain yaitu iman dan akhlak; yang menjadi pengendali internal manusia. Fiqih bersumber dari Allah, karenanya orang yang tunduk kepada hukum Fiqih akan memeroleh pahala dunia dan akhirat sekaligus.

Fiqih bersifat “ijtihadi”, sehingga sangat adaptif terhadap perubahan. Dengan bersumber dari Allah, Fiqih, sama halnya dengan agama Islam, ditunjukkan untuk menata kehidupan manusia, menjadi rahmat (kasih) bagi alam. Sehingga bukanlah Fiqih jika praktik hukumnya tidak mewujudkan kasih bagi alam, atau diskriminatif dan menimbulkan konflik.

Pembagian Bidang Fiqih
 (Klasifikasi dari Al-Ustadz Muhammad Amin/Ibnu ‘Abidin, dari Mazhab Hanafi)

1.      Al-‘Ibadat        : Shalat, Zakat, Puasa, Haji dan Jihad
2.      Al-Mu’amalat  : Barter barang, Amanat, Pernikahan, Perselisihan dan Warisan
3.      Al-‘Uqubat       : Qisas, pencurian, Zina, Qadzf dan Murtad

(Klasifikasi para pengikut al-Syafi’i)
1.      Al-‘Ibadat
2.      Al-Mu’amalat
3.      Al-Nikah
4.      Al-Uqubat.
Ringkasan dari pembagian tersebut adalah:  Al-‘Ibadat dan Al-Mu’amalat.

Materi Bahasan Kitab Fiqih
            Diantara al-‘Ibadat dan al-mu’amalat kitan-kitab fiqih biasanya mendahulukan materi al’’ibadat sebelum al-mu’amalat. Pembahasan Fiqih terus berkembang menjamah wilayah-wilayah baru guna menjawab tantangan zamannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar